Sunday, November 7, 2021

Artikel Sejarah Pendidikan Agama Islam "MENELUSURI SEJARAH PESANTREN PADA JEJAK SUNAN KALIJAGA"

 


MENELUSURI SEJARAH PESANTREN
PADA JEJAK SUNAN KALIJAGA

Muhammad Hafidzudin
2117275, Pendidikan Agama Islam

Abstrak

Penelitian ini dilatar belakangi oleh asumsi bahwa Sunan Kalijaga merupakan tokoh penting dalam peyebaran Islam di Jawa, khususnya yang terpusat di Demak. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui sejarah perkembangan Sunan Kalijagga, peran Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam di Demak dan sejarah pesantren pada masa Sunan Kalijaga.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif dan teknik analisis histori ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, Sunan Kalijaga adalah salah satu dari Sembilan orang penyebar agama Islam di pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Kedua, Sunan Kalijaga berperan sebagai pelopor penyebar luasan agama Islam di daerahnya. Ketiga, dalam menyebarkan Islam di Demak menggunakan metode dakwah,  kesenian dan pendidikan . 
Sunan Kalijaga dikenal sebagai Ulama besar, seorang wali yang memiliki kharisma tersendiri diantara wali-wali yang lainnya. Caranya berdakwah sangat luwes rakyat jawa yang pada waktu itu msih banyak menganut kepercayaan lama tidak ditentang adat istiadat.
Pesantren atau Pondok Pesantren adalah sekolah atau madrasah Islam  yang berasrama  diasramakan. Para pelajar pesantren disebut santri. Kata santri menurut professor Jonhs berasal dari bahasa tamil yang bararti guru mengaji. Sedang kata pondok berasal dari bahasa arab funduq yang berarti hotel atau asrama.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam menyebar di berbagai tempat di Indonesia tidak dengan sendirinya tetapi di sebarkan oleh para Wali Sanga. Diantara Wali Sanga yaitu Sunan Kalijaga. Salah satu Wali Sanga yang cukup dikenal masyarakat Indonesia adalah Sunan Kalijagga, seorang anak pejabat yang menyebarkan islam dengan model kebudayaan yang mampu beradaptasi dengan nilai lokal. Melalui kearifan lokal berbentuk masjid agung demak, kesenian wayang bernuansa islami dan tembang atau lagu ilir-ilir, dakwah Sunan Kalijaga mampu mendapatkan hati dan tempat tebaik di kalangan pengikutnya. Ini membuktikan bahwa proses Islamisasi Nusantara yang menggabungkan kebudayaan lokal dan islam sudah berlangsung sejak dulu sebagaimana sukses dipraktekkan Sunan Kalijaga. Dalam kegiatan dakwahnya Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan bijaksana dan disesuaikan dengan pemahaman (pengetahuan masyarakat setempat terhadap islam itu sendiri. Sunan Kalijaga misalnya membuat gamelan Sekaten yang kemudian dilanjutkan acara Sekaten (Syahadatain) di Masjid Agung.
Dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia kita melihat bahwa semenjak 3 abad yang lalu pesantren telah berperan mencerdaskan kehidupan bangsa begitu juga dalam mewujudkan kemerdekan Republik Indonesia para kyai maupun para santri juga ikut berjuang bahu membahu bersama rakyat mengusir penjajahan Belanda maupun Jepang. Oleh karena itu setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya pesantren masih mendapatkan hati di masyarakat Indonesia. Ki Hajar Dewantara saja yang dikenal sebagai tokoh pendiddikan Nasional dan segaligus sebagai Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI yang pertama menyatakan bahwa pondok pesantren merupakan dasar pendidikan nasional, karena sesuai dan selaras dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.
Pesantren atau Pondok Pesantren adalah sekolah atau madrasah Islam  yang berasrama  diasramakan. Para pelajar pesantren disebut santri. Kata santri menurut professor Jonhs berasal dari bahasa tamil yang bararti guru mengaji. Sedang kata pondok berasal dari bahasa arab funduq yang berarti hotel atau asrama.


Tujuan Penelitian 
untuk mengetahui sejarah perkembangan Sunan Kalijaga 
peran Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam di Demak 
dan sejarah pesantren pada masa Sunan Kalijaga.
Metode Penelitian 
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis histori.

PEMBAHASAN
Sunan Kalijaga 
Dialah Wali yang namanya paling banyang disebut masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatika seorang adipati Tuban, salah seorang keturunan dari pemberontak Majapahit bernama Ronggolawe. Ayahnya diperkirakan telah memeluk agama Islam. Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Loka Jaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman. Terdapat beragam versi menyangkut asal usul nama Kalijaga yang disandangnya . Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati.
Kalangan Jawa mengkaitkannya dengan kesukaan Wali ini untuk berendam (kungkum) disungai (kali) atau jaga kali. Namunada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab qadli dzaqa yang menunjuk statusnya sebagai penghulu suci kesultanan.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai Ulama besar, seorang wali yang memiliki kharisma tersendiri diantara wali-wali yang lainnya. Caranya berdakwah sangat luwes rakyat jawa yang pada waktu itu msih banyak menganut kepercayaan lama tidak ditentang adat istiadat. Beliau mendekati rakyat yang masih awam itu dengan cara halus, bahkan dalam berpakaian beliau tidak memakai jubah sehingga rakyat tidak merasa angker dan mau menerima kedatangannya dengan senang hati. Pakaian yang dikenakan sehari-hari adalah pakaian adat  jawa yang di desain dan disempurnakan sendiri secara islami. Pendiriannya adalah rakyat dibuat senang dulu, direbut simpatinya sehingga mau menerima agama islam, mau mendekat kepada para wali. sesudah itu barulah mereka diberi pengertian islam yang sesungguhnya dan dianjurkan membuang adat yang bertentangan dengan agama islam. Kesenian rakyat baik yang berupa gamelan, gendhing, dan tembang-tembang serta wayang yang dimanfaatkan sebesar-besarnya sebagai alat dakwah.  
Di perkirakan usia Sunan Kalijaga mencapai lebih dari serratus tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir pada tahun 1478 M). Kesultanan Demak, kesultan Cirebon dan Banten, bahkan mungkin juga kerajaan Panjang yang lahir pada tahun 1546 M. Serta awal kelahiran kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panbahan Senopati. Ia ikut merancang pembangunan  masjid Cirebon dan masjid Agung Demak. 
Berdasarkan legenda-legenda yang dikumpulkan dari masyarakat pedesaan, berdasarkan cerita-cerita kentrung yang dituturkan oleh dalang kentrung, dan berdasarkan babad-babad lokal, misalnya Babad Demak Pesisiran, Babad Tuban dan Suluk Syekh Malaya, maka oleh Suripan disusunlah biografi Sunan Kalijaga yang bersifat kerakyatan, sebagaimana diterima oleh orang desa, sebagai berikut,
Raden Sahid, anak bupati Tuban Wilatika, sangat nakal dan suka sekali bermain judi.
Bupati Wilatika tidak menyukai perbuatan anaknya. Untuk mengurangi kenakalan anaknya, dia mempunyai rencana mencarikan jodoh Raden Sahid. Tetapi, Raden Sahid menolak dan bahkan minggat dari Tuban. Adiknya, Dewi Rasawulan menyusul kakaknya namun tidak menjumpai kakaknya.
Raden Sahid, dengan nama samara Lokajaya, merampok di hutan. Ketika dia merampok Sunan Bonang bertekuk lutut, sebab Sunan Bonang sangat sakti. Dia lalu berguru pada Sunan Bonang. 
Setelah mendapat sedikit ilmu dari Sunan Bonang, dia pulang ke Tuban tetapi ayahnya menolak kehadirannya. 
Oleh Sunan Bonang disuruh bertapa. Setelah bertapa dia diberi pelajaran ilmu agama oleh Sunan Bonang di tengah laut di dalam sebuahperahu berwarna putih. Perahu itu pemberian Nabi Khidir. 
Setamat Sunan Bonang memberi pelajaran pada Raden Sahid, lalu memberi gelar Sunan Kalijaga.Sejak itu kekallah gelar Sunan Kalijaga pada Raden Sahid.
Pada waktu para wali mendirikan Masjid Demak, Sunan Kalijaga membuat tiang tatal, dan setelah Masjid Demak berdiri, mempertemukan puncak Masjid Demak  dengan Kabah.
Sunan Kalijaga menyiarkan agama islam ke desa-desa sekitar Demak dan di tempat-tempat lain dengan mendalang wayang kulit, termasuk menjadi tukang kentrung. Disamping menjadi dalang dan tukang kentrung dia banyak membantu petani miskin.
Dia sangat dihormati dan disengani oleh rakyat desa, para petani, sebab ia tidak memusuhi mereka, sehingga hal ini melahirkan ungkapn tabek- tabek Sunan Kalijaga di dalam Bahasa jawa pesisiran. 
 Setelah Sunan Kalijaga wafat, dimakamkan di Kadilangu, Demak.   
Peran Sunan Kalijaga
Beberapa peran Sunan Kalijaga dalam menjalankan dakwah di Demak antara lai yaitu:
Pecahan Kayu Masjid Agung Demak 
Diceritakan bagaimana para wali bergotong royong dalam membangun Masjid Agung Demak. Sunan Kalijaga mendapatkan tugas membuat satu dari empat tiang masjid. Dalam menjalankan tugas itu, beliau menggantikan balok kayu besar dengan pecahan kayu yang disebut tatal. Sunan Kalijaga  menyusun dan melekatkan bagian potongan kayudengan lem dammar, kemenyan, dan blendok. Tidak disangka sampai sekarang tiang darurat itu masih bertahan kokoh.  
Wayang dan Azimat Kalimasada
Dalam mengajak penonton wayang, Sunan Kalijaga mengganti biaya masuk yang umumnya membayar uang dengan membaca kalimat syahadat. Secara kreatif para tokoh wayang yang identik dengan kepahlawanan Hindu diganti nama rukun islam yang lima. Yudhistira digambarkan sebagai dua kalimat syahadat sebab tokoh ini diberikan pusaka (azimat) kalimasada yang mampu melindungi dirinya dalam mengahadapi serangan lawannya.   
Lagu Ilir-ilir 
Lagu ilir-ilir merupakan salah satu tembang yang diciptakan Sunan Kalijaga dan cukup popular hingga sekarang. Pada masa dahulu, lagu ini sering dinyanyikan anak desa terutama pada malam bulan purnama. Tanpa ddisadari terdapat makna filosofis mendekat kepada Allah sebagai Tuhan yang menciptakan manusia dalam tembang ini.   
Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar agama islam seperti Walisongo untuk menarik perhatiandi kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran  islam sekalipun, karena pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia tidak pernah meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi didalam cerita itu disiapkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan islam.   
Ternyata Sunan Kalijaga di dalam gerak perjuangannya tidak lepas dari penugasan khusus dan pimbingan yang diberikan oleh sesepuh Wali Sanga, misalnya bimbingn yang diberikan oleh Sunan Ampel dan Sunan Bonang disamping dari pihak kesultanan patah di daerah-daerah yang rawan tata karma, rawan tata susila dan masih kuat di pengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan agama Hindu dan Budha sertamasih melakukan kebiasaan-kebiasaan nenek moyang mereka. Karena itu Sunan Kalijaga benar-benar membanting tulang hanya melakukan dakwah di suatu daerah saja, melainkan hilir mudik, keluar masuk pegunungan, siang malam terus melakukan tugas itu. Beliau terus keliling daerah satu ke daerah lainnya, sehingga terkenal sebagai mubalig keliling atau dai keliling ulama besar, seorang Wali yang memiliki kharismatik sendiri diantara Wali-wali yang lain, paling terkenal di berbagai lapisan masyarakat apalagi kalangan bawah. Ia di sebagian tempat juga di kenal bernama syekh Malaya. 
Dalam menjalankan dakwahnya, Sunan Kalijaga menyerap semangat kultural masyarakat jawa yang masih dipengaruhi kebudayaan Hindu-Budha. Paham keagamaannya cenderung sufistik berbasis salaf bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Untuk mengajak masyarakat masuk islam, Sunan Kalijaga memilih jalur kebudayaan dan kesenian sebagai media dan sarana dakwah sehingga cepat menyerap dan diterima secara hangat oleh masyarakat pada zamannya. Sunan Kalijaga menjadi teladan terbaik dalam penyesuaian Islam dengan budaya lokal, berdasarkan prinsip mempertahankan yang lama dan baik, serta mengambil yang baru dengan lebih baik sehingga ajaran Islam masuk ke dalam struktur berpikir masyarakat secara halus dan secara perlahan menghilangkan tradisi masyarakat yang bertentangan dengan syariat Islam.
Dakwah Sunan Kalijaga banyak sekali mendapatkan pengikut dari kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sunan Kalijaga berpendapat jika diserang prinsip yang selama ini dipegang secara teguh (keyakinan Hindu-Budha) masyarakat akan menjauh. Sehingga diperlukan dakwah secara bertahap sebab jika Islam sudah berhasil dipahami oleh masyarakat, maka kebiasaan lama yang bertentangan dengan syariat islam akan hilang.
Maka dapat disebut ajaran Sunan Kalijagga cenderung sinkretis dalam mengajak orang lain mengenal Islam. Beliau menciptakan berbagai media dakwah yang kreatif dan efektif. Ini menyebabkan dakwah di kalangan rakyat semakin meluas dan tak sedikit pula para petinggi kerajaan yang tertarik dengan dakwahnya. Beberapa diantaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang kotagede, Yogyakarta). Sunan Kalijagga dimakamkan Di Kadilangu, selatan Demak. Secara umum banyak sekali sarana dakwah kreatif dari Sunan Kalijagga, tapi beberapa diantaranya yang fenomenal ada tiga yaitu masjid Demak, wayang dan lagu.
Ajaran tentang Asal Usul dan Tujuan Hidup 
Pesan dan ajaran tentang asal usul dan tujuan hidup selalu dipegang teguh oleh penganut mistik kejawen. Apalagi bagi guru Sunan Kalijaga juga pernah memberikan wejangan serupa yang tersimpul dalam tembang Dhandhanggula sebagai berikut:
Urip iku neng donyatan lami
Umpamane jebeng menyang pasar 
Tan langgeng neng pasar bae 
Tan wurung nuli mantuk 
Mring wismane sangkane Nguni 
Ing mengko aja samar, sangkan paranipun
Ing mengko padha weruha
Yen asale sangkan paran duk ing Nguni
Ajanganti kesasar

Terjemahan:
Hidup di dunia ini tidak lama 
Seperti jika kamu pergi ke pasar
Pastilah akan kembali juga 
Ke rumah asalnya
Maka jangan sampai keliru 
Maka ketahuilah 
Ilmu sangkan paran
Agar jangan sampai kesasar 
Pesan mistik tembang tersebut menghendaki bahwa hidup di dunia ini tidak lama, ibarat manusia pergi ke pasar, akan segera  kembali ke asalnya, karena itu jangan sampai ragu-ragu tarhadap asal usul, agar jangan sampai salah jalan. Pesan ini menunjukkan bahwa manusia hidup di dunia sekadar mampir ngombe (singgah untuk minum), karena suatu ketika akan kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah tumpuan sangkan paraning dumadi. 
Ajaran tentang Hidayah Sejati 
Sunan Kalijaga pun juga pernah memberikan wejangan tentang hidayah sejati,  
Apabila kamu hendak naik haji ke Mekkah, ada apa? di Mekkah hanya adabekas Nabi Ibrahim dahulu yang membuat masjid. Nabi Ibrahim telah meninggal. Yang tinggal hanya batu yang tergantung tanpa pengait. Apakah itu yang hendak kamu sembah? jadi pemuja berhala. Ibarat tingkahnya orang kafir. Tindakan menyembahnya mengada-ada, menghadap ke toapekongnya. Walaupun sudah pergi haji tetapi tidak tahu makna haji. Kabah itu bukan tanah, kayu. dan batu. Syaratnya tidak dengan  harus pergi. Bila kamu bermaksud tahu Kabah yang sesungguhnya adalah hidayah.   
Ajaran tentang Perintah Salat
Perintah salat pun menjadi ajaran yang penting dari Sunan Kalijaga, seperti dijelaskandalam Sastra Gedhing. 
Mula-mula salat lima kali. Di manakah tempat jalan orang untuk menghadap kepada Allah swt. Ketahuilah semua, awal mula sebelum ada bumi langit, apakah yang ada? hanya hayu yang ada pertama kali di sidratul muntaha. Cahaya yang ada sekarang, hayu lebih dahulu, nur itu belakangan. Allah swt berkata kun fayakun, maka bumi terhampar, langit, dan isi alam semesta penuh oleh sabda kun fayakun. Tembuni menjadi burung. binatangburuan, ayam, itik, dan semua ungags. Ada pun usus menjadi ular yang ada di dunia ini dan menjadi seluruh ikan. Ingatlah jika kamu menjadi kekasih Allah swt, segala maksudmu terjadi. Begitulah asal usulnya dahulu tentang terjadinya semua yang memenuhi alam semua ini, dari Yang Maha Agung. Hidup itu dari Allah swt, lingkup-melingkupi, kuasa-menguasai. Bila kamu tidak ingat kepada Allah swt, aku tidak akan memberi izin segala kehendakmu.

Sejarah Pesantren 
Sejarah dan Perkembangan Pesantren
Diskusi tentang sejarah dan asal usul pondok pesantren (selanjutnya disebut pesantren) dikalangan para pengamat pendidikan Islam di Indonesia sungguh menarik, karna dimata mereka seperti Karel A. Sbeenbrink dan Martin Van Bruinessen pesantren bukanlah lembaga pendidikan Islam tipikal Indonesia. Dalam pengamatan mereka, pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang diadopsi dari asing. Jika Steenbrink memandang pesantren diambil dari India, maka Bruinessen berpendapat bahwa pesantren berasal dari Arab.Keduanya memiliki argument untuk memperkuat pendapatnya masing-masing.
Steenbrink misalnya, menemukan dua alasan yang memperkuat pandangan bahwa pesantren disdopsi dari India yaitu alasan terminology dan alasan persamaan bentuk. Menurutnya secara terminologis ada beberapa istilah yang lazim digunakan di pesantren seperti mengaji dan pondik, dua istilah yang yang bukan berasal dari Arab melainkan dari India. Selain itu, sistem pesantren telah dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu dan Jawa. 
Setelah islam masuk dan tersebar di Jawa, sistem dan istilah-istilah di atas kemudian diambil oleh islam. Sementara itu dari segi bentuknya  ada persamaan antara pendidikan Hindu di India dan pesantren di Jawa. Persamaan bentuk tersebut terletak pada penyerahan tanah oleh negara bagi kepentingan agama yang terdapat dalam tradisi Hindu. Persamaan lainnya terletak pada beberapa hal seluruh sistem pendidikannya bersifat agama, guru tidak mendapatkan gaji, penghormatan yang besar terhadap guru, dan para siswa meminta sumbangan ke luar lingkungan pesantren. Selain itu, letak pesantren syang didirikan di luar kota juga membuktikan bahwa asal-usul pesantren dari India. 
Dalam catatan Nurcholish Madjid ada empat istilah jawa yang dominan digunakan di pesantren yaitu: santri, kiai, ngaji, dan njenggoti. Kata santriyang digunakanuntuk menunjuk peserta didik di pesantren berasal dari Bahasa jawa: cantrik yang berarti seseorang yang selalu mengikuti guru ke mana saja ia pergi. Seorang cantrik mengikuti ke mana saja guru pergi dengan tujuan untuk mempelajari ilmu yang dimiliki sang guru. Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk guru di pesantren adalah kiai jugaberasal dari Bahasa jawa, Perkataan kiai untuk laki-laki dan nyai untuk perempuan digunakan oleh orang jawauntuk memanggil kakeknya. Kata kiai dan nyai disini mengandung pengertian rasa penghormatan terhadap orang tua.
Istilah lain yang bersal dari Bahasa Jawa dan dominan digunakan di pesantren adalah ngaji dan njenggoti. Kata ngaji yang digunakan untuk menunjuk kegiatan santri dan kiai dipesantren berasal dari kata aji yang berarti terhirmat dan mahal. Kata ngaji biasanya digandengkan dengan katakitab; ngaji kitab yang berarti kegiatan santri pada saat mempelajari kitab yang berbahasa arab. Oleh karena itu santri banyak yang belum menegerti Bahasa Arab, maka kitab tersebut oleh kiai diterjemahkan kata demi kata dalam Bahasa jawa.
Para santri mengikuti dengan cermat terjemahan kiainya dan mereka mencatatnya pada kitab yang dipelajari, yaitu dibawah kata-kata yang diterjemahkan. Kegiatan mencatat terjemahan ini di pesantren lazim dikenal dengan istilah njenggoti karena catatan mereka itu menggantung seperti janggut pada kata-kata yang diterjemahkan.  Penggunaan istilah Jawa di atas menunjukkan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan islam di Indonesia merupakan khas Indonesia. Pada awalnya pesantren lahir di Jawa dan selanjutnya berkembang di luar Jawa. 
Memasuki era 70-an Pesantren mengalami perubahan cukup signifikan mengalami perkembangan kuantitas luar biasa dan menakjubkan, baik di wilayaj rural (perdesaan), sub urban (pinggiran kota), maupun urban (perkotaan). Selain itu terlihat pada pesantren adanya tingkat keragaman dan orientasi pimpinan pesantren dan independensi kyai atau ulama. Hal ini memperkuat argumantasi bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan swasta yang sangat mandiri yang merupakan lembaga berbasis masyarakat.
Pesantren memulai berbenah diri dengan melakukan berbagai inovasi untuk pengembangan sistem pendidikan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Dalam aspek kurikulum yaitu dengan masuknya pengetahuan umum dan keterampilan ke dalam pesantren adalah sebagai upaya untuk memberikan bekal tambahan agar para santri bila telah menyelesaikan pendidikannya dapat hidup layak dalam masyarakat. Terjadinya perubahan sistem pembelajaran dengan sitem klasikal yang menggunakan saranadan peralatan pengajaran Madrasah sebagaimana yang berlaku di sekolah-sekolah. Adanya pesantren yang membuka, membina dan mengelola madrasah - madrasah atau sekolah umum, baik tingkat dasar, menengahmaupun tingkat tinggi.   
Pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis masyarakat lingkungannya. Dengan kata lain pesantren mempunyai keterkaitan erat yang tidak terpisahkan dengan komunitas lingkungannya. Kenyataan ini bisa dilihat tidak hanya dari latar belakang pendirian pesantren pada suatu lingkungan tertentu, tetapi juga  dalam pemeliharaan aksistensi pesantren itu senidiri melalui pemberian wakaf, sadaqah, hibah, dan sebagainya. Sebaliknya pesantren pada umumnya  membalas jasa komunitas lingkungannya dengan bermacam cara tidak hanya dalam bentuk memberikan pelayanan pendidikan dan keagamaan, tetapi bahkan juga bimbingan sosial, kulturan dan ekonomi bagi masyarakat lingkungannya.
Unsur-unsur Pesantren 
Pesantren memiliki unsur-unsur minimal yaitu: 
Kiai yang mendidik dan mengajar .
Santri yang belajar.
Masjid 
Tiga unsur ini mewarnai pesantren  pada awal berdirinya atau bagi pesantren-pesantren kecil yang belum mampu mengembangkan fasilitasnya. Unsur pesantren dalam bentuk segitiga tersebut mendeskripsikan kegiatan belajar mengajar keislaman sederhana. Kemudian pesantren mengembangkan fasilitisa-fasilitas belajarnya sebab tuntutan perubahan sistem pendidikan sangat mendesak serta bertambahnya santri yang belajar dari kabupaten atau propinsi lain yang membutuhkan tempat tinggal. Maka unsur-unsur pesantren bertambah banyak.  Para pengamat mencatat ada lima unsur yaitu kiai, santri, masjid, pondok, dan pengajian.  Ada yang tidak menyebut unsur pengajian, tetapi menggantinya dengan unsur ruang belajar, aula, atau bangunan-bangunan lain. 
SIMPULAN
Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatika seorang adipati Tuban, salah seorang keturunan dari pemberontak Majapahit bernama Ronggolawe. Ayahnya diperkirakan telah memeluk agama Islam. Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Loka Jaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.
Di perkirakan usia Sunan Kalijaga mencapai lebih dari serratus tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir pada tahun 1478 M). Kesultanan Demak, kesultan Cirebon dan Banten, bahkan mungkin juga kerajaan Panjang yang lahir pada tahun 1546 M. Serta awal kelahiran kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panbahan Senopati. Ia ikut merancang pembangunan  masjid Cirebon dan masjid Agung Demak.
Dakwah Sunan Kalijaga banyak sekali mendapatkan pengikut dari kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sunan Kalijaga berpendapat jika diserang prinsip yang selama ini dipegang secara teguh (keyakinan Hindu-Budha) masyarakat akan menjauh. Sehingga diperlukan dakwah secara bertahap sebab jika Islam sudah berhasil dipahami oleh masyarakat, maka kebiasaan lama yang bertentangan dengan syariat islam akan hilang.
Sejarah dan asal usul pondok pesantren (selanjutnya disebut pesantren) dikalangan para pengamat pendidikan Islam di Indonesia sungguh menarik, karna dimata mereka seperti Karel A. Sbeenbrink dan Martin Van Bruinessen pesantren bukanlah lembaga pendidikan Islam tipikal Indonesia. Dalam pengamatan mereka, pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang diadopsi dari asing. Jika Steenbrink memandang pesantren diambil dari India, maka Bruinessen berpendapat bahwa pesantren berasal dari Arab.Keduanya memiliki argument untuk memperkuat pendapatnya masing-masing.

Pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis masyarakat lingkungannya. Dengan kata lain pesantren mempunyai keterkaitan erat yang tidak terpisahkan dengan komunitas lingkungannya.
Pesantren memiliki unsur-unsur minimal yaitu: 
Kiai yang mendidik dan mengajar .
Santri yang belajar.
Masjid 


DAFTAR  PUSTAKA

A Steenbrink, Karel. 1986.  Pesantren, Madrasah, dan Sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun  Modern. Jakarta: LP3ES.
Abu Amar, Imron. 1992.  Sunan Kalijaga Kadilangu Demak. Kudus: Menara Kudus.
Aly, Abdullah. 2011. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azra, Azyumardi. 1999.  Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru.    Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Fatah, Yukur. 2010.  Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra.
Madjid, Nurcholis. 1997.  Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina.
Munir, Samsul. 2010.  Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Purwadi. 2004.  Dakwah Sunan Kalijaga Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahimsyah. 2005. Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar. Bandung: Amanah.
Ramayulis. 2011.  Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Qomar, Mujamil. t,t. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Syarif, Mustofa. t.t.  Administrasi Peasntren.Jakarta: PT. Paryu Barkah.

No comments:

Post a Comment